Epiphonekun part1

Aku memang sering mendengarkan cerita-ceritanya.. namun tak pernah bisa kutanggapi, karena... aku bukan manusia
 
            Epiphone...
Hmm... Terlalu panjang ya? Ya, namun, begitulah ia menamaiku. Awalnya ia tidak tahu apa arti label “Epi” di kepalaku, kemudian ia sadar bahwa itu adalah nama merek. Dia mulai memanggilku “Epi”, kadang juga “Jita”. Tapi aku sih prefer dipanggil “Jita”, lebih akrab. Namun, dia bukan pemilikku yang pertama. Aku sudah melewati beberapa tangan hingga bertemu dengannya.
Beberapa tahun kulewati bersamanya dan lecetku bertambah saja. Walaupun dia terkadang melukaiku, katanya ia suka sekali padaku. Dia suka sekali membawaku kemana pun, ke sekolahnya, ke gereja, ke rumah saudaranya dan kemana saja yang ia mau. Apa daya, aku sih ikut-ikut saja. Selain itu, dia sering memelukku. Ya, sambil bercerita juga.
Tak jarang, ia bercerita banyak hal, tentang apa saja dan aku ada untuk mendengarkan. Walau sampai kapan pun aku tak akan bisa menanggapi, karena aku bukan manusia. Namun, di sini, akan kubagikan cerita-ceritanya. Ya, ini memang tulisanku, tapi berasal dari ceritanya yang aku rangkai supaya kau mudah membacanya.
Mengapa? Ya, karena, aku adalah sebuah gitar..

Aku begitu suka ke gereja dari sejak masa sekolah minggu. Hal itu dikarenakan, aku mengenal Tuhan Yesus sebagai Sahabatku. Ya, Sahabat yang paling setia di atas teman-teman yang lain. Aku adalah anak yang ceria, ramah dan mau berteman dengan siapa saja. Hingga suatu saat, dunia tak lagi seindah khayalanku tentang boneka-boneka beruang. Bagaimanapun, aku butuh tempat untuk berlabuh.
Namun, saat itu, aku begitu sulit terbuka pada orangtuaku. Kesulitan untuk berkomunikasi dengan orangtua, membuat aku rindu untuk memiliki kakak. Tapi apa daya, aku dilahirkan sebagai anak pertama. Lalu, aku berharap ada yang datang setelah aku. Namun, sampai sekarang pun, aku tidak punya adik. Lalu beranjak remaja, hidup semakin membuatku kecewa. Segalanya berubah, tidak ada lagi ketulusan dan tak ada yang cukup bisa dipercaya.
Tapi aku tak pernah melupakan Sahabatku, satu-satunya harapanku. Aku berulangkali mencoba membuka lembaran baru dalam hidup. Jatuh, bangun, gagal, bangkit, tak pernah tanpa penyertaan Sahabatku. Lalu Dia pun menunjukkan tempat dimana aku bisa bertumbuh. Masuk ke komunitas remaja di gereja, membuat aku bangkit kembali. Terlebih saat mereka mengenalkanku dengan apa yang disebut "pelayanan". Disini mereka tidak membiarkanku sendirian, mereka mengingatku dan mereka mengasihiku.
Aku begitu berterimakasih pada Sahabatku, sehingga selalu berusaha melakukan yang terbaik.  Malah kelampau senangnya aku setiap  dibebani tugas. Hingga, aku ingat keinginan aku saat di sekolah dasar dulu. Bukan keinginan saja sih, setengahnya adalah janji. Lalu, aku berusaha mewujudkannya. Karena didesak keinginan, lama-lama aku mulai juga bicara pada orangtuaku. Selain itu, tak hentinya aku berdoa pada Sahabatku, Tuhan Yesus.
Begitu keras keinginan mendorong hatiku, hingga aku menetes air mata dan berikrar. Bahwa aku akan memakai benda itu untuk memuliakan Tuhan. Sempat impianku itu seperti mustahil untuk diwujudkan karena keadaan. Namun ternyata Sahabatku begitu mengasihiku. Beberapa bulan kemudian, hal itu terkabul. Setelah itu, aku masih perlu banyak berjuang karena impianku terus tumbuh seiring langkahku.

Namun ada satu hal di hatiku yang tak pernah mati, yaitu janji kepada Sahabatku.


~bersambung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu-Lagu dari Album "Ku Istimewa"

Siapakah aku ini, Tuhan?

Lirik Apostles - Melayang Tinggi