Epiphonekun part4
Adakah seseorang yang bisa sampai menangis hanya karena ia rindu sekali melayani Tuhan di bidang musik?
Entahlah.
Aku belum pernah melihatnya. Tapi, kalau ada, mungkin ia adalah anak remaja yang empat tahun lalu diberikan gitar oleh Tuhan Yesus. Gitar itu sederhana, senarnya nylon, dan tak bermerek. Namun begitu istimewa karena kehadirannya mengubah hidup anak itu. Gitar itu adalah aku.
Oh iya, apa kau menyadari satu hal?
Aku ini laki-laki loh. Ingat kan, dia menamaiku dengan panggilan "kun"? Itu panggilan untuk laki-laki. Lalu jika aku ini laki-laki, dan dia perempuan, lalu dia sering memelukku. Berarti, dia sering memeluk laki-laki? Hahahaha... bukan begitu juga. Karena kau juga harus ingat satu hal lagi... Ini tulisanku, namun aku bukan manusia. Aaah... Pemilikku mengambilku! Aku sudah tidak melihat dia berseliweran membawa kertas-kertas hafalan lagi. Atau bergegas pergi ke tempat yang menurut dia, isinya hanya orang-orang yang sibuk mengejar angka. Senangnya! Ia tersenyum. Berarti kita akan bernyanyi bersama lagi seperti dulu. Ayo kita lakukan lagi!
Aku duduk lagi di ruangan berwarna kuning temaram itu. Mengambil si Epi. Senar Epi bergetar dengan indah. menghasilkan resonansi yang merdu. Beresonansi hingga ke hatiku. Ku bernyanyi sebuah lagu yang begitu berkesan.
Aku kembali ke saat itu. Saat aku berdiri di sana. Di antara anak-anak remaja lain. Berusaha menyanyikan lagu tersebut dengan normal, namun ada hal aneh saat aku mendengarkannya. Pemain piano mulai memainkan bagian intro dengan lembut. Teman-teman yang berdiri bersamaku menarik nafas untuk memulai bernyanyi.
Bapaku yang kekal
Pencipta yang Esa
Mahakuasa
Dikandung Roh Kudus
Yesus Kristus datang
Kau Juruselamatku
Saat itu sedang tidak ingin terlibat dalam tim musik. Aku ingin jadi jemaat biasa yang menyumbang lagu saja bersama dengan jemaat biasa yang lain. Tapi ketika aku mendengar genjrengan gitar yang mengiringi lagu tersebut.... Ada sejenis perasaan yang luar biasa.
Seolah-olah ada gelombang air yang besar dan kuat yang menyeretku. Seperti tali yang kuat menarikku ke arah teman-temanku yang bermain musik itu. Padahal tidak ada siapa-siapa yang menarik tanganku. Perasaan itu semakin kuat ketika lagu memasuki reff.
Ku percaya Allah Bapa
Ku percaya Sang Putra
Ku percaya Roh KudusMu
Kau Allah Tritunggal
Ku percaya kebangkitan
ada dalam kita
Ku percaya dalam nama Yesus
Genjrengan gitar akustik itu. Tabuhan drum itu. Dentuman bass itu. Mengapa begitu indah? Aku berusaha menahan perasaan yang "menarikku" itu. Tapi ia malah semakin kuat.
Hakim dan Pembela
Disalib sengsara
Kaulah rahmatku
Turun ke dalam g'lap
Yang Mulia bangkit
Bertahta s'lamanya
Selepasnya latihan penuh pergumulan batin itu aku turun. Mendekati para pemain musik. Mereka sama sekali tidak tahu gejolak macam apa yang aku rasakan. Malah mungkin, tidak akan ada yang mengerti betapa kuatnya "tarikkan" itu. Apakah ini panggilan hidup dari Tuhan? Ah apapun itu. Betapa pun menyiksanya perasaan itu, AKU MAU BERSYUKUR. Tuhan Yesus selalu baik dan penyertaanNya selama ini luar biasa. Ia mengajarku banyak hal lewat pelayanan musik ini.
Aku terus berdiri memperhatikan mereka yang membereskan alat-alat musik. Sampai seseorang berbalik melihatku. Aku lantas bertanya, "Bolehkah aku ikut?"
Dia sudah tidak berambisi untuk jadi gitaris handal. Bahkan berambisi untuk jadi gitaris. Dia hanya kepengen belajar melayani, belajar kenal Tuhan, belajar kenal Tuhan, belajar percaya Tuhan dan belajar setia. Wah. Lebih susah daripada jadi gitaris ya? Ha ha.. Tapi mengenal akan Tuhan itu jauh lebih penting. :)
Aku kembali ke saat itu. Saat aku berdiri di sana. Di antara anak-anak remaja lain. Berusaha menyanyikan lagu tersebut dengan normal, namun ada hal aneh saat aku mendengarkannya. Pemain piano mulai memainkan bagian intro dengan lembut. Teman-teman yang berdiri bersamaku menarik nafas untuk memulai bernyanyi.
Bapaku yang kekal
Pencipta yang Esa
Mahakuasa
Dikandung Roh Kudus
Yesus Kristus datang
Kau Juruselamatku
Saat itu sedang tidak ingin terlibat dalam tim musik. Aku ingin jadi jemaat biasa yang menyumbang lagu saja bersama dengan jemaat biasa yang lain. Tapi ketika aku mendengar genjrengan gitar yang mengiringi lagu tersebut.... Ada sejenis perasaan yang luar biasa.
Seolah-olah ada gelombang air yang besar dan kuat yang menyeretku. Seperti tali yang kuat menarikku ke arah teman-temanku yang bermain musik itu. Padahal tidak ada siapa-siapa yang menarik tanganku. Perasaan itu semakin kuat ketika lagu memasuki reff.
Ku percaya Allah Bapa
Ku percaya Sang Putra
Ku percaya Roh KudusMu
Kau Allah Tritunggal
Ku percaya kebangkitan
ada dalam kita
Ku percaya dalam nama Yesus
Genjrengan gitar akustik itu. Tabuhan drum itu. Dentuman bass itu. Mengapa begitu indah? Aku berusaha menahan perasaan yang "menarikku" itu. Tapi ia malah semakin kuat.
Hakim dan Pembela
Disalib sengsara
Kaulah rahmatku
Turun ke dalam g'lap
Yang Mulia bangkit
Bertahta s'lamanya
Perasaanku memuncak di bagian reff kedua. Entah seperti apa ekspresiku kala itu. Tapi yang pasti pikiranku kalut. Kakiku bergoyang mengikuti ketukan lagu. TIDAK... aku sedang tidak ingin terlibat!! batinku berteriak kencang berusaha menahan "tarikkan" itu. Tarikkan dari mana itu? Itukah Engkau, Tuhan Yesus?
Ku percaya Allah Bapa
Ku percaya Sang Putra
Ku percaya Roh KudusMu
Kau Allah Tritunggal
Ku percaya kebangkitan
ada dalam kita
Ku percaya dalam nama Yesus
"Aku ingin sekali melayani Tuhan di bidang musik." Tiba-tiba kalimat itu muncul lagi. Entah berapa kali aku menyuarakan isi hatiku pada Tuhan. Saat doa pribadi, saat di depan teman-temanku, saat di depan teman-teman dan guruku. Aku tidak boleh berhenti.
Ku percaya hidup kekal
Ku percaya lahir Anak Dara
Orang kudus bersekutu
Gereja yang kudus
Ku percaya kebangkitan
waktu Yesus datang
Ku percaya dalam nama Yesus
Saat itu sedang tidak ingin terlibat dalam tim musik. Bukan karena apa-apa. Tapi, aku hanya sedang sibuk dan ada banyak hal yang lebih prioritas. Aku tidak tahu kalau aku terlibat, aku tidak akan serta merta "baik-baik saja". Ternyata aku terus-terusan punya keinginan untuk terlibat dalam pelayanan ini. Aku selalu berdoa, supaya semua perasaan itu berasal dari tuntunan Tuhan. Karena janjiku kepada Sahabatku, Yesus. Aku tersenyum sambil menyanyikan lirik terakhir lagu itu.
Ku percaya Allah Bapa
Ku percaya Sang Putra
Ku percaya Roh KudusMu
Kau Allah Tritunggal
Ku percaya kebangkitan
ada dalam kita
Ku percaya dalam nama Yesus
Ku percaya Sang Putra
Ku percaya Roh KudusMu
Kau Allah Tritunggal
Ku percaya kebangkitan
ada dalam kita
Ku percaya dalam nama Yesus
"Aku ingin sekali melayani Tuhan di bidang musik." Tiba-tiba kalimat itu muncul lagi. Entah berapa kali aku menyuarakan isi hatiku pada Tuhan. Saat doa pribadi, saat di depan teman-temanku, saat di depan teman-teman dan guruku. Aku tidak boleh berhenti.
Ku percaya hidup kekal
Ku percaya lahir Anak Dara
Orang kudus bersekutu
Gereja yang kudus
Ku percaya kebangkitan
waktu Yesus datang
Ku percaya dalam nama Yesus
Saat itu sedang tidak ingin terlibat dalam tim musik. Bukan karena apa-apa. Tapi, aku hanya sedang sibuk dan ada banyak hal yang lebih prioritas. Aku tidak tahu kalau aku terlibat, aku tidak akan serta merta "baik-baik saja". Ternyata aku terus-terusan punya keinginan untuk terlibat dalam pelayanan ini. Aku selalu berdoa, supaya semua perasaan itu berasal dari tuntunan Tuhan. Karena janjiku kepada Sahabatku, Yesus. Aku tersenyum sambil menyanyikan lirik terakhir lagu itu.
Ku percaya Allah Bapa
Ku percaya Sang Putra
Ku percaya Roh KudusMu
Kau Allah Tritunggal
Ku percaya kebangkitan
ada dalam kita
Ku percaya dalam nama Yesus
Selepasnya latihan penuh pergumulan batin itu aku turun. Mendekati para pemain musik. Mereka sama sekali tidak tahu gejolak macam apa yang aku rasakan. Malah mungkin, tidak akan ada yang mengerti betapa kuatnya "tarikkan" itu. Apakah ini panggilan hidup dari Tuhan? Ah apapun itu. Betapa pun menyiksanya perasaan itu, AKU MAU BERSYUKUR. Tuhan Yesus selalu baik dan penyertaanNya selama ini luar biasa. Ia mengajarku banyak hal lewat pelayanan musik ini.
Aku terus berdiri memperhatikan mereka yang membereskan alat-alat musik. Sampai seseorang berbalik melihatku. Aku lantas bertanya, "Bolehkah aku ikut?"
Dia sudah tidak berambisi untuk jadi gitaris handal. Bahkan berambisi untuk jadi gitaris. Dia hanya kepengen belajar melayani, belajar kenal Tuhan, belajar kenal Tuhan, belajar percaya Tuhan dan belajar setia. Wah. Lebih susah daripada jadi gitaris ya? Ha ha.. Tapi mengenal akan Tuhan itu jauh lebih penting. :)
Komentar
Posting Komentar